Ekonom dari PT Samuel Sekuritas Indonesia, Lana Soelistianingsih,
mengatakan dirilisnya data-data ekonomi dalam negeri yang kurang baik
membuat rupiah terus melemah. "Data neraca perdagangan yang kembali
defisit dan adanya kekhawatiran naiknya inflasi membuat posisi rupiah
kembali rawan."
Neraca perdagangan Indonesia pada bulan April kembali mengalami
defisit sebesar US$ 1,62 miliar karena angka impor yang lebih tinggi
dibanding dengan ekspor. Nilai ekspor Indonesia pada April mencapai US$
14,7 miliar, sedangkan impor pada April mencapai US$ 16,31 miliar.
Sejak pekan lalu, nilai tukar rupiah melemah cukup serius. Di
pasar non deliverable forward (NDF), volatilitas rupiah bahkan cukup
tinggi hingga menembus level psikologis 9.900 per dolar. "Pasar NDF di
Singapura ini bisa mempengaruhi kurs spot di dalam negeri," kata Lana.
Pada bulan Mei tercatat terjadi sebesar deflasi 0,03 persen, yang
disebabkan oleh pulihnya pasokan bahan pokok. Namun, kekhawatiran
sesungguhnya ialah pada bulan mendatang. Inflasi terancam melesat akibat
kenaikan harga BBM serta merangkaknya harga bahan pokok menjelang bulan
puasa.
Dari luar negeri, pasar obligasi global mulai mengalami tekanan
sehingga posisi mata uang dolar Amerika semakin melambung. Tekanan
terhadap pasar obligasi muncul setelah indeks obligasi global mencatat
kenaikan imbal hasil 1,83 persen pada bulan Mei. "Naiknya imbal hasil
akan berdampak penurunan harga unit yang diperjualbelikan di pasar,"
ujar Lana.
Hari ini, rupiah diperkirakan masih akan ditransaksikan di kisaran 9.780 hingga 9.850 dengan kecenderungan melemah.
PDAT | M. AZHAR
Title : Data Ekonomi Bebani Rupiah
Description : Ekonom dari PT Samuel Sekuritas Indonesia, Lana Soelistianingsih, mengatakan dirilisnya data-data ekonomi dalam negeri yang kurang baik me...